Naga Sakti dan Sate Kacang di Dosan

Bagaimana tingkatkan ekonomi masyarakat tanpa rusak hutan? Bgaimana mengolah sawit dengan lestari?

Aroma Gagal REDD+ Riau

REDD+ memasuki fase implementasi tahun 2013. Bagaimana posisi masyarakat sekitar hutan? Siapa penikmat manfaat program ini?

Seutas Cerita di Makkasar.

Sebuah catatan perjalanan.

Bunga Bangsa di Tengah Srikandi Berbari

Bagaimana kisah pemberdayaan perempuan desa?

Minggu, 28 Desember 2014

Api Hilang 'Piti' Datang (Sebuah Model Desa Mandiri)

Bagaimana pengelolaan kawasan gambut berkelanjutan di Desa Harapan Jaya? Bagaimana warga desa membebaskan diri dari bahaya kebakaran lahan?

MEDIO NOVEMBER, api menyala di lapangan bola Desa Harapan Jaya, dua tumpuk daun kering mulai terbakar. Api menyala cepat. Asap pun mulai mengepul.

Puluhan anggota kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) sibuk bersiap. Selang ditarik, mesin pompa air dihidupkan. Kalau tidak segera dipadamkan api cepat menjalar, sebab ia berada di tanah gambut. Tim MPA bergerak cepat. Kurang dari dua menit api sudah padam.

Peristiwa itu hanya simulasi pemadaman api saat menyambut kedatangan Bupati Indragiri Hilir, H Muhammad Wardan.  Ia datang ke Desa Harapan Jaya untuk menghadiri acara sarasehan sekaligus melihat kemajuan desa.

Desa Harapan Jaya berada di Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Dari kota kecamatan jaraknya sekitar 32 Km. Memiliki luas 4.000 ha di tepi sungai Indragiri. Secara umum merupakan kawasan gambut. Dengan wilayah perkebunan 40 persen.

“Sebuah kawasan gambut yang memiliki risiko cukup tinggi berupa kebakaran hutan dan lahan,” kata Hisam Setiawan menegaskan risiko yang dihadapi di Desa Harapan Jaya.

Sepanjang tahun, Riau alami kerugian di banyak sektor akibat kebakaran dan asap. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat April tahun ini, kabut asap akibat kebakaran lahan di Riau menelan kerugian hingga 20 triliun.

Dinas Kesehatan Provinsi Riau menyatakan jumlah penderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga Maret, mencapai 27.200. Sedangkan Satgas Darurat Asap Riau mencatat sepanjang tahun ini lebih dari 21.900 hektar lahan dan hutan habis terbakar.

Tentu saja risiko tersebut tidak dapat dipandang remeh apa lagi pembukaan lahan dengan cara membakar masih dilakukan secara masif di banyak wilayah. 

Sekretariat ASEAN dengan dukungan Komisi Uni Eropa menggagas sebuah program bernama Sustainable Peatland Management in South East Asia (SEApeat) Project. Program ini melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan khususnya kawasan gambut di 10 negara ASEAN.

Di Indonesia dilaksanakan di Provinsi Riau tepatnya di Desa Harapan Jaya. Yayasan Mitra Insani (YMI) menjadi implementornya. Hisam Setiawan dari YMI sebagai Cordinator of SEApeat Project Indonesia Component.

Di Desa Harapan Jaya mereka mengembangkan sebuah konsep pengelolaan kawasan gambut yang berkelanjutan berbasiskan masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta peningkatan ekonomi masyarakat.

Menurut Hisam, pemilihan lokasi di Desa Harapan Jaya berdasarkan dua pertimbangan. Pertama kepemimpinan desa yang baik, kedua adanya komitmen masyarakat yang kuat.

“Dua hal tersebut menjadi penentu keberhasilan program,” katanya.

Selama periode 2012 hingga 2014 lanjutnya, kerjasama YMI dengan Pemerintah Desa Harapan Jaya telah berhasil membuktikan melalui pendekatan partisipatif dan didorong dengan komitmen masyarakat, upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan di kawasan gambut berbasiskan masyarakat dapat dilakukan.

Untuk melihat keberhasilan yang dimaksud, saya bersama beberapa wartawan lain datang ke desa itu.

SAAT KAMI tiba, hari sudah malam. Rombongan harus diangkut pakai pompong menyebrang sungai Indragiri. Dari dermaga naik motor roda dua ke pemukiman.

Di tepi jalan dekat dermaga banyak kunang-kunang menggelayut di pohon, seperti bintang berkelip riang. Tentu cahayanya tidak cukup kuat mengganti gelap. Hanya lampu motor yang menerangi jalan.

Motor tidak dapat berjalan kencang. Sesekali harus ngerem mendadak, mencari celah di antara aspal yang terbelah. Jalan sudah rusak.

Tiba di balai pertemuan, puluhan warga menyambut antusias. Mereka senang desanya dikunjungi wartawan. “Biar lebih dikenal,” kata salah satu warga.

Kepala Desa Harapan Jaya, Rasidi mengakui, dulu desanya memang tidak dikenal dalam arti sesungguhnya. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) saja sampai tidak tahu keberadaan Desa Harapan Jaya. Kalau BPMPD saja tidak kenal lanjut Rasidi, bagaimana desa bisa dapat anggaran pembangunan.

“Saya sampai pelihara jenggot sebagai ciri khas Kepala Desa Harapan Jaya, tujuannya agar mereka mengenal desa ini,” katanya sambil tertawa.

Dari segi infrastruktur hingga kini Harapan Jaya masih tertinggal. Terutama jalan dan listrik. Untung saja warga punya inisiatif membangun pembangkit listrik tenaga diesel secara swadaya. Lumayanlah ada penerangan, namun cuma hidup sampai 12 malam.

Malam itu kami menginap di rumah warga. Di sebar ke beberapa rumah. Saya dan Saan dari Forum Pers Mahasiswa Riau menginap di rumah Sukar. Salah satu warga transmigran gelombang pertama tahun 1981.

Sukar cerita saat pertama datang, warga transmigran diberi jatah sembako. Beras, sayuran, ikan asin, garam, hingga minyak lampu. Semua disediakan pemerintah. Mereka mendapat tanah 2 Ha untuk perkebunan ditambah pekarangan rumah. Padi menjadi tanaman utamanya.

Di tahun awal mereka mengalami gagal panen. Jatah yang harusnya hanya 1,5 tahun diperpanjang hingga 2 tahun. Lantaran belum sanggup memenuhi kebutuhan hidup.

Warga transmigran gelombang kedua datang di tahun 1982. Kalau dirunut kebelakang, sebelum transmigran datang cikal bakal Harapan Jaya sudah ada sejak 1990 an.

Hal itu diceritakan Masni Umar pada lain waktu. Ia generasi kedua dari suku Banjar perintis desa yang masih tersisa. Awalnya hanya sekitar 10 keluarga termasuk orang tuanya. Mereka menebang hutan secara manual. Bahkan untuk membuat kanal pun mereka menggunakan linggis. Biasanya mereka menyiapkan lahan pertanian dengan cara membakar.

Perkembangan terjadi sangat lambat. Warganya pun tak begitu ramai. Saat ada program transmigrasi, warga perintis diikutkan. Sejak itu mereka hidup berdampingan membangun desa.

Kebiasaan membakar lahan dengan cara dibakar ternyata terus dipraktikan. “Dulu kami selalu membuka lahan dengan cara dibakar, walau dalam jumlah kecil,” kata Masni Umar.

PAGI ITU, kami berkumpul lagi di balai pertemuan bersama warga.  Rasidi menjabarkan bagaimana menyadarkan warga atas bahaya membakar lahan dan pencapaian desanya bersama YMI.

Ia bilang, praktek pembakaran lahan yang dilakukan warga sejak lama berdampak buruk bagi kualitas tanah.

 “Lahan yang dibakar sekarang tidak bagus ditanami apa pun, tanahnya mengeras seperti padas. Sudah banyak contohnya dapat dilihat,” paparnya.

Ia selalu mengatakan pada warga, membuka lahan dengan cara dibakar justru merugikan. Ia pakai analogi tanam sawit lahannya dibakar. Siap tanam ditangkap polisi masuk penjara. Keluar dari penjara sawitnya gak berbuah. “Nah, siapa yang rugi?,” tanyanya pada warga. Perlahan warga pun berpikir untuk tidak membakar lagi.

Puncak komitmen mereka dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Desa Harapan Jaya pada 2012.

Denda yang dikenakan bagi pembakar lahan ditetapkan. Setiap batang sawit yang terbakar didenda Rp 350 ribu. Sedangkan per batang karet Rp 100 ribu.

Perdes hingga kini belum mendapat pengesehan dari Biro Hukum Kabupaten Inhil. Padahal sudah lama diajukan. Meskipun begitu ternyata tidak mempengaruhi komitmen warga. Mereka tetap menerapkannya.

Sejauh ini ada satu warga yang melanggar, mau tidak mau harus membayar denda. “Kami tidak memberikan sedikit pun celah bagi warga membakar lahan,” tegas Rasidi.  Sejak itu tidak ada warga berani bermain-main dengan komitmen tersebut.

Hisam lalu memaparkan tiga inisiatif yang dilakukan berbasis masyarakat program SEApeat Project di Harapan Jaya.

Pertama, pengelolaan kawasan berkelanjutan. Kedua, peningkatan ekonomi masyarakat. Ketiga, peningkatan kapasitas masyarakat dengan penerapan teknologi informasi.

Dalam rangka pengelolaan kawasan berkelanjutan mulanya dilakukan pemetaan partisipatif wilayah administratif desa. Tujuannya mengetahui wilayah kerja atau tata batas.

Secara teknis pembuatan peta administratif desa dilakukan sendiri oleh warga secara gotong royong. Mereka menyelesaikan selama dua minggu. Dibuat cluster 500 meter persegi lalu warga mengambil titik kordinat pakai GPS. Titik kordinat dipindahkan ke kertas kalkir, setelah selesai baru dibuat peta digitalnya. 

Diperoleh kenyataan desa yang dulu luasnya 5.850 Ha ternyata hanya 4.000 Ha. Soal luasan wilayah ini Rasidi punya pengalaman buruk. Ia ditahan selama sembilan hari karena melawan masuknya PT Sumatra Riang Lestari. Perusahaan tersebut dipandang menyerobot sebagian wilayah desa. Hingga kini persoalan luas desa yang berkurang belum selesai.

“Setidaknya sekarang punya panduan mana wilayah kerja kami,” kata Rasidi.

Setelah memiliki peta administratif, mereka membuat peta kontur atau topograpyh untuk perbaikan tata air. Warga mengerjakannya secara teknis selama tiga bulan. Rata-rata mendapat bagian dua kali turun ke lapangan. Data yang dikumpulkan diserahkan ke konsultan.

Hasilnya diketahui, kanal saat ini ternyata memotong kontur, akibat pembuatan kanal serampangan tanpa kajian. Saat transmigran datang, kanal primer yang sudah ada ditambah kanal sekunder dan tersier. Bahkan kanal tersier dibuat setiap 125 meter satu.

Akibatnya tingkat elevasi—posisi vertikal suatu objek dari suatu titik tertentu—ketinggian kawasan sekitar lima meter dari tepi sungai. Artinya permukaan gambut lebih tinggi lima meter dari air. Dalam kondisi ini gambut mengalami kekeringan.

Ada warga cerita saat kemarau tiba mencari air untuk meracun rumput saja susah. Tanah gambut jika digali tidak keluar airnya.

“Bagaimana tanaman dapat tumbuh bagus kalau jarak airnya lima meter? Batas elevasi untuk Sawit normalnya 80 cm, di atas itu tidak baik. Sawit tidak mampu menyerap air. Lah, ini malah sampai lima meter, pantas saja daun sawit banyak yang kuning. Kering,” terang Rasidi. Ia pernah belajar water managemant.

Ketua Badan Pertimbangan Desa, Imam Rokhimin menjelaskan sudah lama warga meraskan dampak pembangunan kanal yang dilakukan serampangan tersebut. Ia cerita tanaman padi yang mereka tanam pun terkena imbasnya. Lalu mereka menggantinya dengan sawit di tahun 2000an. Nyatanya mereka harus kembali menelan kenyataan pahit. Sawit pun tumbuh tidak begitu baik.

Rencana mengatasi persoalan tersebut sudah mereka tuangkan di grand design kawasan. Di dalam grand design mereka petakan mana kawasan pemukiman, pembangunan jalan dan kanal.

Untuk mengatasi tingginya tingkat elevasi direncanakan membangun kanal sepanjang 47,5 Km. Menelan biaya lebih dari Rp 3,3 miliar. Dana besar itulah kini menjadi kendala merealisasikannya. 

Tanpa menyurutkan semangat, untuk mengurangi tingkat elevasi gambut mereka membuat canal blocking. Sebuah cara menaikan permukaan air dengan membuat bendungan di kanal-kanal. 

Pencegahan kebakaran pun dilakukan dalam rangka pengelolaan kawasan berkelanjutan. Selain membuat Perdes mereka membuat sistem peringatan dini dan membentuk kelompok MPA.

Ketua MPA Desa Harapan Jaya, Sulaiman Siregar menceritakan awalnya MPA dibentuk oleh PT Sumatera Riang Lestari, lalu diberi pelatihan satu hari.

“Tetapi tidak efektif, setelah pelatihan kami cuma diberi baju kaos tanpa diberi peralatan pemadam kebakaran. Kalau cuma kaos bisa buat apa?,” kata Siregar.  MPA tidak dapat menjalankan fungsinya.

Selanjutnya, Yayasan Mitra Insani menginisiasi pembinaan MPA yang sudah ada. Anggota semula 15 orang ditambah jadi 30. Mereka dilatih Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) selama tiga hari. Peralatan akhirnya didapat lewat SEApeat Project dan dana reses Ketua DPRD Inhu.

Saat ini MPA memiliki empat mesin air serta peralatan penunjang seperti GPS dan HT. Bahkan sekretariat juga sudah punya. Secara teknis tidak ada lagi kendala.

Setiap hari anggota MPA melakukan patroli di wilayah Desa secara bergilir. “Tidak ada honor. Kami cuma kerja. Tidak masalah, sebab inikan dari kita untuk kita juga,” kata Siregar.

Sudah ada skema pembiayaan oprasional MPA dengan membuat Demontration Plot (demplot)—metode penyuluhan pertanian dengan cara membuat lahan percontohan—nanas. Ada 4 ha yang sudah ditanam dan akan ditanam lagi 8 ha. 40 persen dari hasil tanaman nanas akan digunakan untuk keperluan MPA.

Bagi Siregar yang terpenting masyarakat mendapat manfaat dengan adanya MPA di Harapan Jaya.

Dia mengapresiasi kerja-kerja yang sudah dilakukan YMI. Menurutnya sejak kehadiran YMI bukan hanya munculnya kesadaran masyarakat soal bahaya membakar lahan tapi juga sudah memberi dampak atas peningkatan ekonomi.

Ia mencontohkan dengan adanya canal blocking, tidak sampai satu tahun daun sawit yang dulu kuning sudah mulai hijau. Produksi sawit naik sekitar 30 persen.

“Kami berharap YMI ada di sini sampai 2020,” harap Siregar.

SIANGNYA kami mengunjungi beberapa tempat. Rokhimin membonceng saya. Di perjalanan di dalam kebun Sawit terdapat papan informasi tingkat bahaya kebakaran lahan dan hutan. Inilah yang mereka sebut sistem peringatan dini.

Dibuat secara manual. Ada jarum penunjuk tingkat bahayanya berada di level apa. Rendah, sedang, tinggi atau berbahaya. Dengan warna biru, hijau, kuning dan merah. Peringatan itulah yang menentukan keadaan dalam kondisi aman, kurang aman, tidak aman atau berbahaya.

Caranya, data diperoleh dari BLH melalui pantauan satelit, lalu dituangkan ke papan informasi lewat jarum penunjuk.

Sepanjang jalan, hamparan sawit membentang. Program peningkatan ekonomi masyarakat dibuat salah satunya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat mengelola sawit yang membentang itu. Ada demplot sawit sebagai panduan bagaimana mengelola sawit di lahan gambut dalam skala kecil.

Kami lalu menuju kandang Sapi di belakang rumah Sardi. Peternakan Sapi itu merupakan program integrasi Sapi dan kelapa sawit untuk tingkatkan ekonomi yang diinisiasi melalui program SEApeat.

Sapi tidak diberi makan rumput melainkan pelepah sawit. Pelepah dicincang halus terlebih dulu pakai mesin. Lalu dicampur dedak. Sardi memaparkan setiap hari per ekor sapi membutuhkan lima pelepah sawit dan lima kilogram dedak. Seharusnya pakan ternak dicampur juga dengan solit—limbah sawit—dan ampas tahu. Namun, kedua bahan tersebut sulit didapat.

Dengan campuran pakan tersebut Sapi dapat tumbuh lebih cepat dibanding makan rumput. Per hari berat badan dapat bertambah lebih dari satu kilogram.

Kotoran Sapi lalu dimanfaatkan untuk pupuk sawit dan biogas. Mereka sudah punya satu lubang biogas dengan kapasitas 12 kubik. Uni Eropa membantu perangkat biogasnya. Hasilnya biogas dapat menghidupkan tiga kompor warga dan satu lampu kandang sapi.

Menurut Sardi kompor dihidupkan bisa saja lebih dari tiga namun, jarak rumahnya terlalu jauh dikhawatirkan biogas terbuang di medium penghubung.

Dengan biogas, Sardi mengaku sangat terbantu. Gas tiga kilogram dulunya ia beli setiap lima hari sekali sekarang cukup tiga minggu sekali. Kebutuhan gasnya sudah ditutupi dengan keberadan biogas.

Saat ini terdapat delapan ekor Sapi di kandang. Jika, sapi sudah berkembang biak nantinya akan digulirkan ke rumah warga lain, sehingga semua dapat menikmati program integrasi Sapi dan kelapa sawit tersebut.

“Keberhasilan pengembangan biogas membuat Konsulat Jendral Jepang melirik program ini,” kata Hisam.

Saat ini mereka sedang mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai salah satu cara peningkatan ekonomi. Partisipasi warga menjadi dasarnya. Akan dibuat unit usaha yang dikelola warga.

“Prinsipnya semakin banyak warga yang dilibatkan semakin sedikit tingkat apatis warga,” jelas Rasidi.

Penggalian potensi desa pun dilakukan untuk meningkatkan taraf ekonomi. Mereka berencana akan mengembangkan tanaman merica di pekarangan rumah. Menurut Rasidi secara history pernah ditanam merica di Harapan Jaya, hasilnya bagus. “Kami berpikir untuk menanamnya lagi. Lumayan bisa buat subsidi penghasilan sawit yang belum maksimal ini,” paparnya.

Siang itu, kami melanjutkan perjalanan menuju demplot nanas. Di tengah jalan ada kabar demplot nanas tak bisa dikunjungi. Jalannya tak bisa dimasuki. Perjalanan dialihkan menuju canal blocking.

Melewati jalan timbunan, memasuki kebun sawit. Jalannya kecil. Licin. Sebagian tampak berlumut. Satu hamparan berlumpur membuat kami terpeleset.

“Brakkk...,” kami jatuh.

“Sakitnya gak seberapa, kotornya itu loh,” saya bilang. Apa tidak, pakaian berlumpur semua.

“Beginilah jalan kami mas,” kata Rokhimin.

Menurut Rasidi pembangunan jalan memang bukan prioritas utama. Pertimbangannya kalau jalan bagus, masyarakat banyak jual tanah ke pendatang bermodal besar.

“Kalau itu terjadi, nanti banyak warga jadi buruh di kebunnya sendiri. Itu sebab jalan tak jadi prioritas. Kecuali nanti kalau sawit sudah maksimal,” katanya.

Setelah melihat canal bloking kami kembali ke balai pertemuan. Banyak warga gotong-royong mempersiapkan kehadiran Bupati Inhil. Kursi diangkut. Latihan pemadaman api dilaksanakan berkali-kali. Mereka ingin tampil tanpa cela di hadapan bupati.

MALAMNYA, hujan mengguyur. Di balai pertemuan warga masih ramai melakukan persiapan. Di belakang balai ada gedung MTS. Salah satu ruangannya digunakan untuk radio komunitas Selasih 107,7 FM.

Membentuk radio komunitas Selasih merupakan salah satu inisiatif yang dilakukan SEApeat project. Ini masuk dalam pelaksanaan peningkatan kapasitas masyarakat dengan penerapan teknologi informasi.

Semua peralatan disiapkan. Sampai pemancarnya pun disiapkan. Beberapa warga direkrut diberi pembinaan.

Tujuan dibuatnya radio komunitas ini sebagai media informasi pencegahan kebakaran. Bersama jalannya waktu program-program pun dibuat. Di sela program ditampilkan iklan layanan masyarakat berisi potensi gambut dan bahayanya.

Pengurus Radio Komunitas Selasih 107,7 FM, Ardian mengatakan radio dapat dijangkau di radius 30 Km. Pendengarnya cukup banyak. “Pernah tersambar petir terpaksa berhenti siaran. Eh, banyak yang nanya. Mereka nelpon, sms kok gak siaran lagi,” papar Ardian.

Selama beroprasi sudah dua kali tersambar petir. Pernah sampai berhenti siaran dua minggu. Tidak mau mengganti peralatan baru, akhirnya warga memperbaiki alat yang rusak.

“Alhamdullillah tidak ada kendala sampai sekarang,” tegas Ardian.

Pengurus radio sudah ada yang dikirim ke Tasik Malaya termasuk Ardian. Mereka study banding dengan radio komunitas yang ada di sana. Kedepan mereka ingin membuat streaming radio.

Selain memiliki radio desa ini juga sudah memiliki website resmi. Dapat diakses di alamat www.harapanjaya.desa.id. Warga diajarkan teknik dasar jurnalistik. Mereka disiapkan menjadi jurnalis warga. Siapa saja boleh nulis tentang apa saja di website.

Mereka cukup mengirim tulisan pakai SMS atau Facebook lalu diupdate dari Pekanbaru oleh anggota  YMI. Manfaatnya warga dapat mempromosikan desanya ke dunia luar.

Strategi itu ternyata berhasil. Lewat jaringan YMI website tersebut mampu menarik Kementrian Informasi Komunikasi menggelontorkan bantuan ke desa ini berupa Community Access Point (CAP). Sebuah alat penangkap jaringan internet. Komputer pun diberikan.

Sekarang warga desa sudah dapat akses internet.  Seperti yang terlihat malam itu beberapa pemuda sudah bisa mengunggah langsung tulisan ke website mereka.

Hingga larut malam warga masih ramai di balai pertemuan. Rintik hujan masih turun. Rasidi turun tangan langsung mengecek microfon. “Tes... tes... satu, dua... tes,”

Bagi Rasidi kedatangan bupati sangat penting artinya untuk perkembangan desa kedepan.

“Saya berharap besar. Grand design kawasan yang sudah ada itu mau diapakan? Harapan saya bupati dapat merealisasikannya,” kata Rasidi penuh harap.

SAAT BUPATI DATANG semua potensi desa dipertunjukan. Simulasi  pemadaman api oleh MPA digelar pertama. Sampai depan aula bupati disambut tarian. Di luar tiga perguruan silat sudah bersiap. Reog Ponorogo dan Kuda Lumping juga sudah siap. Di atas panggung ada seperangkat alat band.  Acara Sarasehan pun dimulai.

Rasidi dan Hisam bergantian menjelaskan pencapaian Desa Harapan Jaya. Kemajuan administrasi ditunjukan, tidak sampai lima menit pemerintah desa mampu melayani kebutuhan administrasi warga.

Tinggal memasukan Nomor Induk Penduduk, surat siap dicetak. Format surat termasuk tanggal tersetel otomatis.

Mereka sudah memiliki data base penduduk sangat lengkap. Mulai nama, golongan darah, usia, sampai titik kordinat rumah pun mereka ada.

Spontan Bupati Inhil H Muhammad Wardan kaget. Dia mengapresiasi pencapaian Desa Harapan Jaya. “Saya sangat bangga, jempol kanan buat kalian. Soal data base SKPD kabupaten saja  belum punya selengkap itu. Bila perlu kepala dinas nanti belajar ke Desa Harapan Jaya,” kata Wardan dalam sambutannya.

Menurutnya Desa Harapan Jaya sudah bisa dikatagorikan sebagai Desa mandiri. Pemkab Inhil melalui Program Desa Maju Inhil Jaya membagi kategori Desa menjadi empat. Desa Swadaya mendapat dana  Rp 350 juta, Desa Swakarya Rp 500 juta, Desa Swasembada Rp 750 juta dan Desa Mandiri Rp1,2 miliar.

“Lewat program ini Desa Harapan Jaya berhak atas dana Rp 1,2 miliar. Jika, tahun depan bisa pertahankan prestasi tentu akan terus mendapat Rp 1,2 miliar. Pemanfaatannya, silahkan dimusyawarahkan di desa,” kata Wardan memberi angin segar.

Bupati pun pulang sore itu dengan meninggalkan harapan kepada warga. Janjinya akan menggelontorkan Rp 1,2 miliar setiap tahun menjadi pintu gerbang untuk mencapai desa yang jaya.

Sampai pada titik ini, masih banyak warga yang meminta YMI mendampingi desa. Bahkan seorang warga meminta didampingi hingga 2020. Pada nyatanya program SEApeat project yang dilaksanakan YMI akan berakhir pertengahan tahun depan.

YMI  berkesimpulan bahwa untuk keberhasilan pengolahan kawasan gambut berkelanjutan, harus dilakukan secara komprehensif dan pendekatan berbasis partisipatif masyarakat harus ditingkatan.

Menurut Hisam, Pemerintah Kabupaten Inhil harus mendukung penuh menjadikan Desa Harapan Jaya menjadi laboratorium desa membangun di tingkat nasional maupun internasional.

"Oleh karena itu, aspek jalan, listrik, sumber air bersih dan pendidikan serta aspek ekonomi harus terus ditingkatkan,” tutup Hisam.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Pernytaan Sikap atas Limbah PT PSJ



PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI MASYARAKAT PEDULI LINGKUNGAN
KABUPATEN PELALAWAN

Kami menamakan diri Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Kabupaten Pelalawan terdiri dari berbagai lembaga dari unsur mahasiswa, pemuda dan masyarakat umum. Dengan ini membulatkan tekad untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

PT.Peputra Supra Jaya (PT.PSJ) telah merampas hak masyarakat atas lingkungan hidup Yang baik dan sehat sejak beroperasinya pabrik kelapa sawit milik perusahaan tersebut di Kecamatan Langgam. Pada prakteknya PT.Peputra Supra Jaya membuang limbah secara serampangan ke sungai-sungai yang mengalir. Akibatnya, terjadi kerusakan ekosistem sungai. Keanekaragaman hayati punah dan masyarakat sama sekali tidak dapat memanfaatkan sungai.

PT.Peputra Supra Jaya telah menjalankan praktek industri yang tidak ramah lingkungan secara terang-terangan. Mereka melakukan apa yang sudah dilarang Undang-Undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 huruf (e), UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Membuang limbah ke media lingkungan hidup”

Kejahatan lingkungan yang telah dilakukan PT.Peputra Supra Jaya dapat dijerat dengan ketentuan pidana yang tercantum dalam pasal 98 angka (1) dengan hukuman maksimal penjara 10 tahun dan denda Rp 10 miliar. Bahkan kalau sendainya perusahaan mengaku pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena kelalaian, ketentuan pidana juga berlaku sesuai pasal 99 angka (1) dengan hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 3 miliar.

Pada hari ini kami ingin meminta kembali hak kami atas lingkungan hidup yang telah dirampas dan dicemari. Maka, dengan ini kami menuntut:

1. Operasional PKS PT.Peputra Supra Jaya dihentikan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang meluas.

2.   Meminta PT.Peputra Supra Jaya melakukan rehabilitasi lingkungan.

3. Meminta pemerintah mencabut izin PT.Peputra Supra Jaya yang telah melakukan pencemaran lingkungan.

Demikian tuntutan kami agar diperhatikan oleh semua pihak. Bukan retorika dan segunung penjelasan yang kami butuhkan, melainkan komitmen PT.Peputra Supra Jaya atas lingkungan yang baik dan sehat.

Pangkalan Gondai, 21 Agustus 2014
Diketahui,
Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan
Kabupaten Pelalawan

Jamaran

Sabtu, 12 April 2014

Tangis Rimbayana di Atas Panggung Teater


PENGHUJUNG Maret 2014 kabut asap masih menggelayut tipis di kota Pekanbaru. Abu dan bau sisa pembakaran lahan pun ikut terbawa angin. Sedikitnya ada 21.000 hektare lahan sudah habis terbakar hingga akhir Maret.

 Foto:Wahid Irawan/AKLaMASI
Di gedung Anjung Seni Idrus Tintin Purna MTQ Pekanbaru malam itu sekelompok seniman Riau Beraksi Studio Seni Peran bersiap mementaskan teater berjudul Opera Rimba. Saya mendapat undangan dari sang sutradara Willy Fwiandri atau biasa dikenal Willy Fwi.

Dia sudah tertarik dengan dunia seni sejak di bangku SMA gara-gara sering melihat seniman tampil di taman budaya. Baginya seniman insan-insan yang merdeka. "Dan seniman itu keren," katanya. Dia berkomitmen untuk terus berkarya walau setahun hanya satu karya. 

Tidak seperti pertunjukan teater biasanya, kali ini penonton dijamu di ruangan depan.  Ada beberapa meja bundar disiapkan untuk tempat kongko-kongko, ditemani teh dan kopi panas tamu dapat bincangkan apa saja.  Menurut Willy jamuan begitu sengaja dibuat supaya tercipta kedekatan dengan penonton.

Selama pementasan lima hari berturut dari 26-30 Maret Opera Rimba berhasil menyedot sekitar 2.500 penonton.

Opera Rimba diadaptasi dari naskah Nyanyian Rimbayana karya Ahmad Jalidu seniman Yogyakarta, berkat polesan Willy naskah itu menjelma menjadi realita hidup di atas panggung. Sekitar 80 % dari naskah aslinya diadaptasi Willy ke konteks persoalan lokal yang terjadi di Riau.

Berisi kritik atas kerusakan alam Riau sejak lama. Dimensi kerusakan yang luas lantas dikerucutkan, dilihat dari sisi hewannya yang terusir akibat pembabatan hutan secara masif. Ia berisi suara raung tangis hewan-hewan kehilangan tempat tinggal akibat keserakahan manusia atas kekayaan alam.

“Kami coba melawan keserakahan ini lewat panggung. Melalui alur cerita yang dikemas lewat akting, lagu dan tari. Mudah-mudahan penonton terketuk hatinya,” kata Willy.

Melibatkan 24 pemeran, 7 pemain musik dan 60 orang kru membuat Opera Rimba menjadi satu kesatuan yang utuh antara akting, lagu dan tari dalam satu panggung teater.

Naskah ini selain tema kekuatannya ada di artistik membawahi tata panggung, pencahayaan, kostum dan tata rias. Ini bukanlah naskah populer, tidak banyak sanggar yang mau mengambil naskah ini karena mahal sekali. Untuk pertunjukan selama lima hari Willy harus merogo kocek lebih dari Rp5o juta, tentu di luar honor pemain dan kru yang terlibat.

Dari 24 pemeran hanya satu tokoh manusia sisanya tokoh hewan penghuni hutan bernama negeri Rimbayana. Dipimpin Raja Raung bersama permaisuri Ratu Merak yang belum lama dinikahinya.

Pertunjukan berdurasi 1,5 jam tersebut diawali kemunculan Aini, tokoh manusia satu-satunya. Dia bernyanyi  riang di tepi hutan Rimbayana sambil membawa sebatang pohon yang hendak disemai. Alunan musik mampu memberi kesan kecerian alam asri.

Seketika penonton langsung ditarik memasuki konflik. Bermula dari pencarian jodoh untuk Pangeran Zola pewaris tahta kerajaan. Melalui saimbara yang diikuti jelita dari banyak negeri, terpilihlah Puteri Gulma atas konspirasi permaisuri sang ibu tiri pangeran.

Putri Gulma seorang putri dari negeri lebih maju yang sudah melupakan tradisi leluhur menjaga nilai kebajikan.

Lewat tata rias apik karakter tokoh antagonis terpancar dari wajah Putri Gulma. Matanya gelap dan mukanya bengis, menggambarkan niat jahat terselubung dalam hatinya.

Pada satu kesempatan sebelum pernikahan digelar, Putri Gulma menyampaikan ide pembangunan di negeri Rimbayana. Menurutnya kemajuan hanya akan didapat kalau hutan ditebang, kayu-kayu diganti dengan sawit. Mall dan hotel dibangun megah. Rusa dan hewan lain menjadi objek wisata berburu. Maka, kelak akan banyak pendatang berinvestasi di Rimbayana. Uang pun mengalir ke kas kerajaan.

Sepontan penasehat kerajaan Paman Rajawali dan Bibi Garuda marah. Mereka tolak ide itu. Raja Raung juga tidak setuju namun, dia tidak berkutik dihadapan permaisuri yang sudah menguasainya. Keadaan jadi kacau, cheos tidak dapat dihindari.

Tidak kehabisan akal, Putri Gulma coba mempengaruhi Pangeran Zola namun, kembali gagal. Di sebuah bukit Putri Gulma mendorong Pangeran Zola ke jurang. Beruntung dia tersangkut di akar kayu.

Merasa sudah tidak ada penghalang Putri Gulma menjumpai permaisuri yang merupakan sekutunya untuk membabat hutan Rimbayana. Raja Raung ditaklukan diikat tidak berdaya. Emosi penonton dipermainkan raja gagah perkasa tidak bisa berbuat apa-apa, diluar ekspektasi umum.

Di hadapan semua penghuni Rimbayana Putri Gulma diangkat menjadi raja oleh permaisuri dengan alasan pangeran sudah mati dan raja sudah takluk. Tanpa disangka Pangeran Zola datang dengan kaki luka memimpin perlawanan.

Jangan berharap ada kisah happy ending di Opera Rimba, Pangeran Zola walau sudah berusaha berjuang selamatkan Rimbayana beserta isinya, tapi ia tidak pernah benar-benar jadi pahlawan. Sudah terlambat.

“Percuma, Rimbayana sudah kami jual. Akan kami ganti dengan sawit,” teriak Putri Gulma.

Pelang pengumuman bertuliskan “di sini akan dibangun pabrik asap” juga dipasang untuk menyentil relevansi keadaan Riau yang dikepung asap setiap tahun selama 17 tahun terakhir.

Foto:Riau Beraksi
Semua hewan penghuni Rimbayana tercengang. Disusul kepulan asap hasil dari rekayasa dry ice memenuhi panggung. Hutan Rimbayana dibakar. Api buatan menambah suasan mencekam. Permainan lighting juga memberi kesan merah padam kebakaran.

 Foto:Riau Beraksi
Semua hewan Rimbayana lari pontang-panting, habitatnya hangus terbakar. Sebuah sajak musikalisasi mengiringi kepergian mereka.

Dengan apakah kami bernapas?

Bila oksigen telah dirampas

Harum cendana tinggal cerita

Hilang wanginya ditelan bara



Deru gergaji menyambut pagi

Keserakahan membumbung tinggi

Sahabat rimba dipaksa pergi

Bahkan tak pernah kembali lagi


Klimaks di ujung pertunjukan, tokoh Aini datang dengan terisak menyanyikan bait sajak tersebut. Air matanya benar-benar jatuh menetes.

Penjiwaan Aini yang dalam memaksa penonton masuk ke ruang perenungan. Menerobos kesombongan dan keserakahan diri. Terhenyut, diam seribu kata. Butir air mata tampak menggenang di pelopak mata beberapa penonton.  Di kursi depan Willy ikut menyeka air matanya.

“Apakah anda bisa memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita? Apakah anda dapat mengembalikan binatang yang sudah punah? Apakah anda dapat mengembalikan hutan yang sudah punah? Apakah anda tidak dapat mengembalikannya? Tolong berhenti merusaknya!,” pinta Aini di ujung pertunjukan.

Penonton seakan belum keluar dari ruang perenungan, ruang teater itu seketika senyap. Tanpa suara tanpa bahasa beberapa detik sebelum akhirnya tepuk tangan pecah serempak. Willy berhasil menggedor nurani manusia paling tidak 2.500 penonton operanya.

Semua pemain menyalami penonton sambil membagikan bibit pohon. Willy memandang keistimewaan pertunjukan teater ada pada kedekatan pemain dan penonton. Pemain dapat menyapa penontonnya secara langsung.

Baginya kedekatan penonton dengan pemain itu sangat penting bagi kesuksesan pertunjukan teater. Termasuk tema yang diangkat harus dekat dengan penonton.

Seniman kawakan, Dedi Petet ikut mengapresiasi pementasan Opera Rimba. Menurutnya Opera Rimba mampu menangkap jeritan nurani hutan yang tidak rela dikoyak untuk kepentingan segelintir orang.  Lalu meneriakan jeritan itu dalam sebuah ruang teater.

“Apa sikap manusia mendengar jeritan hutan itu? Kita diamkah jadi tembok bisu yang tak punya kepekaan?,”

*Tulisan dalam versi yang lain sudah dimuat di Bisnis Indonesia Minggu Edisi 13 April 2014 dengan judul Mengetuk Nurani Lewat Opera Rimba

Minggu, 02 Maret 2014

Kutukan Bencana Asap Riau

Berikut ini bincang-bincang dengan Riko Kurniawan soal kabut asap di Riau sebelum PON dihelat.

Guna memastikan pelaksanaan Sea Games di Sumatera Selatan bebas  dari bencana asap, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lakukan operasi pemadaman kebakaran lahan dan hutan.

Operasi di udara dilakukan dengan membuat hujan buatan dan pemboman air guna mengendalikan bencana asap. Dua pesawat terbang CASA 212-200 versi rain making dioperasikan untuk menjatuhkan air ke daerah yang ada titik apinya.

Sementara itu, menyambut Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII di Riau yang akan berlangsung September 2012, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) gelar aksi teaterikal pada Minggu 2 September 2011 di Jalan Gajah Mada. Tema teaterikal itu PON berasap.

Dalam aksi teatrikal, seorang pria menanam dan merawat pohon. Di tempat lain, tampak seorang pria sebagai badut. Badut ini mengenakan jas dan dasi. Badut memaksa seseorang berbusana layaknya Burung Serindit untuk menebang kayu dan membakar hutan. Semua pohon habis dibakarnya. Bersamaan dengan itu, perhelatan PON dilaksanakan. Semua atlet  tumbang karena asap menyelimuti Riau. Karena ulahnya, sang badut pun akhirnya ikut terkapar. Dan perhelatan PON gagal dilaksanakan.

Riko Kurniawan sebagai koordinator aksi. Ia juga Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang lembaga yang bekerja selamatkan Sumber Daya Alam menuju keberlanjutan dan mendorong masyarakat sebagai aktor utamanya dalam  pengelolaan SDA. Berdiri sejak tahun 2001.  Kata Riko (sekarang ia Direktur Walhi Riau) tujuan digelar aksi teaterikal itu untuk memberikan penyadaran kepublik, kerusakan hutan dan kebakaran hutan masih terjadi di Riau. Juga mendorong pemerintah Riau untuk menyelamatkan hutan tersisa sehingga perhelatan PON  bisa aman dari bencana asap.

Lebih lanjut, saya lakukan wawancara dengan Riko Kurniawan untuk majalah Seribu Akar. Berikut petikannya.

Apa bahayanya kabut asap?

Kabut asap itu berbahaya untuk kesehatan. Pernapasan, iritasi kulit dan mata. Jika pada tingkat  membahayakan bisa datangkan kematian bagi lansia dan balita. Selain itu, bahaya bagi transportasi.Akibatkan kecelakaan darat,udara dan laut karena jarak pandang terhalang oleh asap. Dampak tidak langsungnya juga asap menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial budaya.

Apa kerugian ekonomi dan sosial budaya  yang ditimbulkan?


Banyak pesawat yang delayed, nelayan gak berani kelaut atau sungai, banyak sekolah diliburkankan sehingga.  Tingkat hunian hotel menurun. Masyarakat mengeluarkan biaya tambahan untuk berobat serta aktivitas ekonomi terganggu karena masyarakat malas keluar rumah. Dan sebagainya.

Bagaimana Keberadaan Asap di Riau?


Keberadaan kabut asap di Riau tidak terlepas dari maraknya booming industri kehutanan dan perkebunan diawal tahun 1990 an sampai sekarang proses pembukaan lahan dan degradasi lahan dari pembangunan itu menyebakan lahan dan hutan mudah terbakar sehingga sejak tahun 1997 sampai sekarang asap masih rutin terjadi di Riau.

Apakah sudah pada tingkat membahayakan?


Secara umum bencana asap di Riau sudah membahayakan. Indikator gampangnya banyak pesawat delayed, sekolah diliburkan dan laporan dari dinas kesehatan tentang data korban kena ispa pada musim asap. Hampir setiap tahun, kabut asap itu mengganggu daerah Riau.Celakanya indikator udara yang memberitahukan masyarakat bahwa udara itu jelek malahan rusak. sehingga masyarakat tidak tau apakah udara itu bahaya atau tidak. Terlebih masyarakat yang ditempat tinggalnya tidak ada alat pengukur kualitas udara, tidak tau udara yang dihirupnya berbahaya tidak. Masalahnya, masyarakat sudah masa bodoh dengan bencana ini sehingga asap dianggap biasa saja

Apa penyebab sepanjang tahun Riau terjadi bencana asap?

Buah dari kesalahan kebijakan pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia. Dimulai sejak 1980 an, ketika industri perkebunan mulai menggeliat dan mulai mempraktekkan budaya tebang, imas dan bakar, yang akhirnya menjadi ritme keseharian industri kehutanan dan perkebunan di Indonesia.

Siapa yang lakukan pembakaran?

Dari catatan kami hampir semua titik api berasal diareal konsesi industri baik kehutannan dan perkebunan, mereka tidak pernah menjaga kawasan konsesi dari tangan-tangan jahil pembakar lahan. Selama ini masyarakat ditudung sebagai pelaku pembakaran, tetapi kita harus melihat secara holistik. Nah, terlepas dari itu semua, kemungkinan masyarakat dibayar oleh pemilik konsesi untuk lakukan pembersihan lahan dengang cara dibakar. Secara hukum yang salah adalah perusahaan, tidak lakukan kebijakan zero burning system di konsesi mereka.

Bagaimana regulasi yang ada dalam mencegah pembakaran lahan
?

Saya pikir regulasi udah cukup banyak . Sebut saja,  Undang-Undang Kehutanan No 41 tahun 1999 juga tidak memberikan perhatian yang memadai bagi upaya penanggulangan kebakaran. Contohnya, larangan membakar hutan yang terdapat dalam Undang-Undang Kehutanan ternyata dapat dimentahkan untuk tujuan khusus, sepanjang mendapat izin dari pejabat yang berwenang. pasal 50 ayat 3 huruf d. Bahkan Undang-Undang No 23/97 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, bersama Undang-Undang No. 41/99 juga memberikan mandat secara spesifik untuk mengembangkan Peraturan Pemerintah tentang kebakaran hutan. Belum lagi konsesnsus dengan negara Asean untuk memberantas asap, juga sudah ditandatangani. Ada juga, kesepakatan etika bisnis terutama sektor kehutanan dan perkebunan yang memandatkan industri untuk tidak melakukan pembakaran melalui skema sertifikasi. Saya pikir sudah cukup banyak regulasi tinggal pelaksanaan dan pengawasannya dari negara ini.

Selama ini bagaimana pelaksanaan dan pengawasannya?


Selama ini pelaksanan, sama seperti pemadam kebakaran, waktu sudah terjadi asap baru turun kelapangan itupun tidak maksimal. Alasannya klasik, biaya dan personil kurang. Belum lagi penegakan hukumnya lemah, sudah dapat barang bukti tetapi tidak pernah maju diruang sidang. Nah, sudah seharusnya pemerintah berpikir terbalik bagaimana mencegah supaya kebakaran itu tidak terjadi.

Siapa yang paling bertanggungjawab atas bencana asap di Riau?


Yang jelas Pemerintah sebagai pengatur jalannya negara ini, karena pemerintah gagal memberikan hak udara bersih dan lingkungan sehat kepada  masyarakat.

Apa hubungannya Asap dengan PON?


Jelas ada hubungan, event itu pasti akan terganggu karena,  atlet akan terganggu jika ada kabut asap. Prestasi tidak maksimal lantaran udara tidak sehat. Yang terburuk PON bisa Batal jika kabut asap makin parah terjadi disaat PON berlangsung.

Upaya apa yang sudah aktivis lingkungan lakukan?


Selalu ingatkan pemerintah untuk tidak melakukan konversi hutan alam serta mendorong moratorium konversi hutan alam di Riau. Memberikan edukasi kepublik melalui kegiatan penyadaran bahaya asap bagi kehidupan. Sampaikan pesan pentingnya hutan diselamatkan serta terus pantau titik api di Riau. Selain itu bekerja dengan masyarakat untuk menjaga lahan mereka dari kebakaran.

Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menangani Asap di Riau?

Kebijakan pemerintah hanya sebatas menghimbau, belum pada tataran penindakan pelaku pembakaran lahan. Satu lagi yang kita khwatirkan adanya penambahan beban APBD dan APBN  untuk atasi kebakaran seperti pembelian helikopter, mobil pemadam kebakaran dan sarana lainnya. Belum lagi beban gaji dan biaya operasional tim pemadam api dilapangan. Seharusnya uang APBD dan APBN itu bisa digunakan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan atau membangun sarana publik lainnya yang lebih berguna. Harus dicatat kebakaran itu merupakan perbuatan manusia bukan kegiatan alam sehingga tidak perlu force majure  gunakan uang rakyat untuk menghadapi bencana ini. Ada kelakar bahawa setiap bencana selalu dijadikan objek project, sehingga bencana itu harus dipelihara hehehehe…. Sungguh ironis jika seperti itu

Apa solusinya untuk PON bebas asap?


Solusinya harus segera diberlakukan penundaan konversi hutan alam dan gambut di Riau sepanjang tahun 2012. Ini bagian dari kontribusi perusaahan yang terkena penundaan konversi lahan mereka untuk menyuskseskan PON. Selama periode itu pemerintah menata kembali sektor kehutanan dan perkebunan, itu yang urgent dilakukan, supaya asap tidak terjadi disepanjang tahun 2012. Diluar dari itu, akan susah menangulangi kabut asap. Seperti, Sea Games di Palembang, berapa banyak biaya dikeluarkan untuk menghadapi asap?. membuat hujan buatan, mensiagakan personil tim jaga api dan lain sebagainya.

Sejauh mana kesiapan Pemerintah Riau tanggulangi kabut asap?

Tidak ada yang luar biasa dilakukan. Seperti biasa saja tidak ada hal luar biasa dilakukan. Palingan pemerintah Riau merengek ke pusat minta penambahan dana untuk pembelian helikopter. Konsep Green PON yang digadang-gadangkan oleh pemerintah tidak pernah menyentuh isu deforestasi. Padahal isu deforestasi dan kebakaran lahan merupakan isu lingkungan menahun di Riau. Seharusnya dengan konsep Green PON  menyentuh dan membicarakan hal tersebut.

Apakah bisa terwujud PON bebas asap?


Jika kondisi ini terus dipelihara sudah bisa dipastikan,bencana asap akan terjadi.  kecuali musim hujan terjadi selama PON. Tetapi, musim kemarau sepanjang tahun 2012 asap tetap akan terjadi.

Apa dampaknya jika pada perhelatan PON terjadi kabut asap?


Dampaknya pasti kacau. Dari awal, skedul penerbangan delayed, penonton  sedikit karena orang malas keluar. Prestasi tidak maksimal lantaran udara jelek sehingga PON yang menggunakan dana APBD dan APBN yang besar tersebut akan menajdi sia-sia. Mana ada sejarah event olahraga dilangsungkan disaat udara tercemar. Artinya, marwah Riau dipertaruhkan disini. Yang terpenting, bagaimana momen PON ini bisa juga membawa Riau keluar dari bencana asap yang setiap tahun terjadi. PON bisa jadi pintu keluar dari kutukan bencana asap.