Selasa, 10 Desember 2013

Seutas Cerita di Makkasar

Selembar surat undangan datang kemeja redaksi AKLaMASI,  yang datangnya dari lembaga pers kampus (LPM) bernama Identitas. Sebuah LPM di Universitas Hasanudin (Unhas).  Permintaan Peserta Kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) dengan tema ”Teknik Meliput dan Mengungkap Kasus

Sore itu langit mulai gelap, jam dinding dibandara Sultan Syarif Khasim Pekanbaru telah menunjukan pukul 19:00, perjalananpun dimulai. Setelah sebelumnya transit di bandara Soekarno-Hatta akhirnya kami tiba di bandara Hasanudin Makasar. Jam meunjukan pukul 02:00 waktu setempat (lebih awal satu jam dari Waktu Indonesia Barat).

Diawal cerita yang akan kami ukir di makasar ini diwarnai dengan peristiwa yang sedikit mengusik kenyamanan. Sudah hampir satu jam kami menunggu barang bawaan namun tak kunjung muncul jua dari troli bagasi. Satu travel bag berwarna coklat entah kemana rimbamu. Suasana ruangan mulai sepi, hanya tinggal beberapa orang yang memiliki masalah sama seperti kami. ”Waduh gimana ini? Wah tolong dicari donk saya sudah lama nunggu.” celetuk seorang pria berpakaian loreng (tentara).  ”Barangnya salah masuk pesawat pak, Kemungkinan di Irian Jaya. Tinggalkan nomer handphone dan alamat saja, besok biar kami antar .” itulah sepenggal kalimat mengakhiri penantian panjang diruang pengambilan bagasi.

Panitia PJTLN  terlihat sangat sigap, dua orang sudah siap membawa kami menuju Unhas. Dijalan yang sepi sembari menikmati  pagi menanti fajar menyingsing,  hembusan angin terasa dingin menusuki tulang.

Perjalanan menuju ”markas” Identitas yang terbilang tidak dekat ini menyusuri jalan yang dingin ini menambah perut terasa kosong. Langkah yang harus segera dilaksanakan adalah mencari penjual makanan. Tepat di depan gerbang pintu satu (ada tiga pintu gerbang masuk ke Unhas pintu Nol,pintu satu dan pintu dua) Unhas  kami berhenti disebuah cafe penjual coto makasar.

Agak unik cara menikmati makanann yang satun ini. Semangkuk soto eh –sori coto maksudnya (agak kaku memang menyebut nama makanan yang barusan ini) dinikmati dengan ketupat yang terpisah.Tangan kiri memegang ketupat tangan kanan berperan aktif menyendok coto dari mangkok. Rasanya yang pedas dengan sedikit siraman jeruk nipis menimbulkan rasa khas tersendiri. ”Selain coto daging sapi ada juga coto kuda,” kata Mustafa salah seorang panitia yang menjemput kami.

Usai menyantap semangkuk coto ditemani tiga bungkus ketupat perjalanan kami lanjutkan. Pancaran sinar rembulan terbias dari air danau di kanan kiri jalan universitas tertua di Makasar ini.Seakan menyambut dengan tarian persembahan . Didekat gedung Rektorat tepatnya disamping jalan menuju sekretariat Identitas, tampak sejumlah mahasiswa masih beraktifitas (yang benar saja, sampai dini hari mereka beraktivitas dikampus? Luar biasa). ”Itu anak-anak fakultas Teknik, sedang melakukan persiapan besok pagi ada acara.” terang Mustafa kru Identitas yang tercatat sebagai mahasiswa fakultas hukum. Patut diapresiasi memang.

Semangat kawan-kawan yang kami lihat barusan seakan membangkitkan spirit baru tentang arti sebuah perjuangan mahasiswa . Tapi rasa lelah dan jutaan ton pemberat dimata memaksa kami untuk menyimpan sejenak spirit itu dalam lelapnya tidur.
Korupsi”. Menjawab sepucuk surat ini AKLaMASI mengutus dua kru untuk hadir pada acara yang dilaksanakan 12 sampai dengan 16 Oktober. Mereka Puput Jumantirawan (saya sendiri) dan M.Rafiqi. Lebih lanjut berikut akan kami kabarkan sepenggal cerita dari ”Kota Daeng” Makasar.

Saat aku bangun tidur, matahari sudah menjulang tinggi. Maklumlah terlalu lelah dan penat sangat badan nih. Kawan-kawan Iden begitu mereka menyebut nama Identitas mempersilahkan  untuk sarapan, pastinya setelah selesai cuci muka dong. Ada yang beda dengan tradisi sarapan di sini, kalau orang Riau sarapannya lontong, di sini sarapan pakai nasi kuning.

Kami pun diajak berkeliling kampus. Memasuki gedung perpustakaan yang lumayan mega. Ada pemandangan sedikit berbeda yang kami tangkap. Dilantai teras perpustakaan berkerumun mahasiswa dengan beberapa buah buku dihadapannya. Ada yang terlihat sibuk menulis tugas, menggambar berbagai model kontruksi bangunan ada juga yang sibuk berdiskusi. Sebuah kesibukan intelektual yang terasa kental.

Sementara itu meja-meja dan kursi-kursi terisi penuh oleh mahasiswa yang tengah sibuk bergulat dengan lembaran buku. Bahkan ada pula yang sampai terlelap tidur diantara lembaran buku ditangannya. Disisi lain terdapat setumpuk tas yang menggunung, akibat tidak ada lagi ruang yang tersisa di locker yang disediakan.

Diruang lain tersedia sederet keping VCD dan DVD berisi film dokumenter. Tampak dilayar televisi yang disediakan sebuah film sedang diputar dan mahasiswa menontonnya bersama-sama. Seru memang. Puas berkeliling akhirnya Hidayat Doe redaktur pelaksana Ident meminjam tiga buah buku untuk bahan bacaan.

Sampai pada waktunya pelatihan dimulai. Teman-teman dari berbagai daerah mulai berdatangan sebelumnya hanya ada kami berdua dan satu teman dari Palu bernama Andi. Berdatangan sudah dari Medan, Aceh,Jambi, Banten,Bandung,Solo, Pontianak dan juga dari Makasar sendiri. Teman dari Poso agak terlambat tersebab ada hambatan tanah longsor diperjalanan.

Acara ini dibuka langsung oleh Wali Kota Makasar Ir.Ilham Arif Sirajuddin dan juga dihadiri Pembantu Rektor III Unhas Ir.Nasruddin Salam MS. Dalam sambutannya Nasrudin mengatakan Pers mahasiswa sangat dibutuhkan sebagai obat bagi para pemimpin terutama di Universitas. ”Yang namanya pemimpin tentunya orang dewasa, dan obat bagi orang dewasa tidak ada yang enak pasti obatnya pahit. Dalam hal ini Persma memberikan obat lewat peran kontrol atas kebijakan pimpinan. Itu harus terus berjalan, jangan takut meskipun sebahagian pendanaan Persma berasal dari Univrsitas.” demikian paparnya.

Pelatihan itu sendiri mendatangkan pemateri dari ICW, Dewan pers dan juga Tempo Institute. Banyak pengetahun yang kami dapat terutama dibidang Investigasi. Perencanaan, riset, reportase banyak sekali teknik yang diajarkan untuk melakukan investigasi. Sampai-sampai tidak terasa waktu terasa begitu cepat. Rasanya seperti meneguk air garam, semakin banyak ditelan semakin dahaga tenggorokan.

Disisi lain ada kerinduan yang terobati. Rindu akan kebersamaan. Rinduakan Indonesia yang bukan hanya ada dalam peta nusantara. Disini teman-teman dari daerah berkumpul, dengan bahasa, karakter dan gaya yang berbeda. Kami bergaul, makan, minum berdiskusi bersama. Terasa betul bahwa Indonesia ini berbeda-beda tapi tetap satu. Perbedaan yang tadinya terbayang dibenak laksana jarak pulau jawa dan sumatra ternyata pertemuan menghapuskan paradigma itu. Kita satu dan sangat dekat satu sama lain.

Bhineka tunggal ika  menggema diruang pelatihan ini. Hingga tak sadar kini saatnya agenda terakhir dari rangkaian kegitan PJTLN file trip ke tempat wisata yang ada di Makkasar.

Di kota yang mempunyai visi- menuju kota dunia ini banyak sekali tempat pariwisata. Baik itu wisata air maupun wisata yang lainnya. Sebut saja Pantai losari dan Benteng Rotherdam atau Trans studio. Akan ada juga nantinya Center Point of Indonesia yang akan dibangun untuk mendukung terwujudnya kota dunia.

Bantimurung sebuah taman nasional dan juga tempat wisata air terjun dan juga terdapat dua buah gua, gua batu dan gua mimpi. Berbekal sepeti ikan laut  yang nantinya akan kami panggang dipinggir sungai pagi itu sebuah bus Unhas siap mengantarkan kami.

Menyusuri gua mimpi yang licin menggunakan senter ala kadarnya memberikan tantangan tersendiri. Lelah itulah yang dapat saya katakan setelah menyusuri terowongan bawah tanah sepanjang 800 meter ini. Disini juga dijual sovenir insekta yang diawetkan. Kupu-kupu dan kumbang asli dari kabupaten Maros dimana Bantimurung berada.

Malam harinya menikmati hembusan angin sepoi-sepoi di tepi pantai losari sambil menikmati pisang epe (pisang bakar dengan berbagai rasa). Lumayanlah untuk menghilangkan rasa lelah.

Banyak sebenarnya pesona yang tersimpan dikota Daeng itu. Tapi ya sudahlah pesawat jurusan Makasar-Pekanbaru sudah menanti di Bandara. Ada sejuta kesan dikota itu. Mengiringi perjalanan pulang ada pesan yang masuk ke hape butut saya (ya gak butut-butut kalilah hahaha). ”Hari ini jadi saksi jika kebersamaan kita sela lima hari kemarin sangat memberi arti mendalam. Rasa kehilangan yang begitu besar saat harus pisah dengan kalian dan meninggalkan Makasar. Silaturahmi ini harus tetap terjalin.” sepenggal pesan dari seorang teman.